makalah
KEPEMILIKAN SECARA GLOBAL
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata Kuliah : Kajian Isu-isu Global
Dosen Pengampu : Dr. Mumun Munawaroh, M.Si
Disusun Oleh : Kelompok 5
Adjie fathurrahman (1414142048)
Dina Wulan sari (1414142050)
Galan Aditya (1414142052)
Galan Aditya (1414142052)
Siti
Khadijah (1414141041)
T.IPS.B / V
FAKULTAS ILMU DAN KEGURUAN
KEMENTRIAN AGAMA ISLAM REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON 2016
KATA
PENGANTAR
بسم۱لله۱ﻟرحمن۱ﻟرحيم
Alhamdulillahhirobilalamin,
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi banyak
kenikmatan, kekuatan, kemudahan kepada kami sehingga kita dapat menyusun
makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah
curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya
kejalan lurus yang penuh kebenaran. Begitu juga kepada keluarganya, para
sahabat, Tabi’in dan ummat yang selalu mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.
Nikmat dan karunia Allah SWT, Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah
yang akan membahas mengenai “Kepemilikan Secara Global “Penulis
menyadari bahwasannya tiada Gading yang tak retak yang sesungguhnya makalah ini
jauh dari kesempurnaan, baik menyangkut isi maupun penulisannya, oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif , demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian
makalah ini kami buat, atas perhatiannya para pembaca, kami mengucapkan terima
kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya
bagi penyusun Amiin.
Cirebon, 25 September
2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN 1
A.
Latar
Belakang Masalah 1
B.
Rumusan
Masalah 1
C.
Tujuan
Penulisan 2
D.
Metode
Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Kepemilikan Pribadi, Umum dan Negara dalam Ekonomi Islam 3
B. Konsep Islam Tentang Hak Milik 7
C.
Sebab-Sebab
Kepemilikan Dalam Islam 9
D.
Konsep
Kepemilikan Pengelolaan Harta Kekayaan 9
BAB III PENUTUP 12
A.
Simpulan 12
B.
Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Menurut ajaran
Islam, Allah SWT adalah pemilik yang sesungguhnya dan mutlak atas alam
semesta. Allah lah yang memberikan manusia karunia dan rezeki yang tak
terhitung jumlahnya.
Semua kekayaan dan
harta benda merupakan milik Allah, manusia memilikinya hanya sementara,
semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah. Manusia menggunakan
harta berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai
pemilik yang kekal. Karena manusia mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di
dunia, maka manusia harus bisa menjamin kesejahteraan bersama dan dapat
mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT.
Dalam Islam,
kewajiban datang lebih dahulu, baru setelah itu adalah Hak. Setiap
Individu, masyarakat dan negara memiliki kewajiban tertentu. Dan sebagai
hasil dari pelaksanaan kewajiban tersebut, setiap orang akan memperoleh hak-hak
tertentu. Islam sangat peduli dalam masalah hak dan kewajiban ini.
Pola-pola yang berhubungan dengan
masalah hak milik (ownership) memiliki efek yang bersifat ekstensif maupun
intensif, yang tidak hanya pada aktivitas ekonomi masyarakat, namun juga
lembaga-lembaga yang akan berkembang di masyarakat itu. Suatu pengantar yang
tepat terhadap system Islami tentang hak milik akan membantu kita dalam
memahami struktur lembaga yang diatur dalam masyarakat Islam. Batasan yang
sesuai mengenai hak milik juga menentukan perbedaan antara biaya/keuntungan
pribadi dan biaya/keuntungan masyarakat yang akan melengkapi dasar untuk memahami
pendekatan Islam terhadap teori kesejahteraan dalam mikro ekonomi.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan Latar
Belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah sebagai
berikut.
1.
Apa
yang dimaksud dengan kepemilikan pribadi,
umum dan negara dalam ekonomi islam ?
2.
Bagaimana
konsep islam mengenai hak milik ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari
masalah ini antara lain sebagai berikut.
1.
Untuk
mengetahui secara detail mengenai kepemilikan umum dan negara dalam ekonomi
islam.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana konsep islam mengenai hak milik.
D.
Metode
Penulisan
Di dalam makalah
ini penulis menggunakan metode “Telaah Pustaka” di mana penulis mencari
berbagai sumber referensi dari internet, buku maupun kumpulan artikel yang
terdapat diperpustakan maupun buku yang dimiliki sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemilikan Pribadi, Umum dan Negara dalam Ekonomi Islam
1.
Pengertian kepemilikan[1]
Islam mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin yang memedomani dan mengatur
hubungan seorang muslim dengan Tuhan dan masyarakat. Dalam hal ini, Islam bukan
hanya layanan Tuhan seperti halnya agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga
menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat manusia baik
dalam kehidupan spiritual maupun material. Dalam pandangan Islam, pemilik asal semua harta dengan segala macamnya
adalah Allah SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik segala yang ada
di alam semesta ini.
Seseorang yang telah
beruntung memperoleh harta, pada hakekatnya hanya menerima titipan sebagai
amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemilik
sebenarnya (Allah SWT), baik dalam pengembangan harta maupun penggunaannya. Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa harta
hendaknya digunakan untuk kepentingan bersama. Bahkan tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa "pada mulanya" masyarakatlah yang berwenang
menggunakan harta tersebut secara keseluruhan, kemudian Allah menganugerahkan
sebagian darinya kepada pribadi-pribadi (dan institusi) yang mengusahakan
perolehannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Sehingga sebuah
kepemilikan atas harta kekayaan oleh manusia baru dapat dipandang sah apabila
telah mendapatkan izin dari Allah SWT untuk memilikinya. Ini berarti,
kepemilikan dan pemanfaatan atas suatu harta haruslah didasarkan pada ketentuan-ketentuan
shara' yang tertuang dalam al-Qur'an, al-Sunnah, ijma' sahabat dan al-Qiyas.
2. Hak Milik Pribadi[2]
a. Proses kepemilikan harus didapatkan melalui cara yang sah menurut
agama Islam.
Islam mengakui adanya hak milik pribadi,
dan menghargai pemiliknya, selama harta itu diperoleh dengan jalur yang sah
menurut agama islam. Dan Islam tidak melindungi kepemilikan harta benda
yang diperoleh dengan jalan haram. Sehingga Imam Al-Ghazali membagi
menjadi 5 jenis harta yang dilindungi oleh Islam (sah menurut agama islam) :
1) Diambil dari suatu sumber tanpa ada pemiliknya, misal : barang
tambang, menggarap lahan yang mati, berburu, mencari kayu bakar, mengambil air
sungai, dll.
2) Diambil dari pemiliknya
secara paksa karena adanya unsur halal, misal : harta rampasan.
3) Diambil secara paksa dari pemiliknya karena ia tidak melaksanakan
kewajiban, misal : zakat.
4) Diambil secara sah dari pemiliknya dan diganti, misal : jual beli
dan ikatan perjanjian dengan menjauhi syarat-syarat yang tidak sesuai syariat.
5) Diambil tanpa diminta, misal : harta warisan setelah dilunasi
hutang-hutangnya.
b. Penggunaan benda-benda milik pribadi tidak boleh berdampak negatif/
mudharat pada orang lain, tapi memperhatikan masalah umat
Islam membenarkan hak milik pribadi,
karena islam memelihara keseimbangan antara pemuasan beragam watak manusia dan
kebaikan umum dimasyarakat. Dalam hubungan ini, ada syarat yang harus
dipenuhi untuk mencapai kekuasaan individu dalam mengakui keberadaan hak milik
pribadi yaitu memperhatikan masalah umat. Islam mendorong pemilik harta
untuk menyerahkan kelebihan kekayaannya kepada masyarakat/umat setelah
mememnuhi kepuasan untuk diri sendiri dan keluarga (zakat). Tetapi,
membatasi hak untuk menggunakan harta itu menurut kesukaannya sendiri. Hal ini
dilakukan untuk perlindungan kebaikan umum dan agar hak milik pribadi tidak
memberikan dampak negatif pada orang lain. Inilah paham islam yang
moderat dalam mengakui hak pribadi. Ia mengambil sikap moderat antara
mereka yang mendewakan hak miik dan mereka yang secara mutlak menafikan hak
milik.
c. Dalam penggunaan hak milik pribadi untuk kepentingan pribadi
dibatasi oleh ketentuan syariat
Setiap individu memiiki kebebasan
untuk menikmati hak miliknya, menggunakannya secara produktif, memindahkannya,
melindunginya dari penyia-nyiaan harta. Tetapi, haknya itu dibatasi oleh
sejumlah limitasi tertentu yang sesuai syariat, tentunya. Ia tidak boleh
menggunakannya semena-mena, juga tak boleh menggunakannya untuk tujuan
bermewah-mewahan. Dalam bertransaksi pun tidak boleh melakukan cara-cara
yang terlarang. Karena manusia hanya sebagai pemegang amanah, maka sudah
selayaknya ia harus sanggup menerima batasan-batasan yang dibebankan oleh
masyarakat terhadap penggunaan harta benda tersebut. Batasan tersebut
semata-mata untuk mencegah kecenderungan sebagian pemilik harta benda yang
bertindak sewenang-wenang (ekspolitasi) dalam masyarakat. Pemilik harta
yang baik adalah yang bertenggang rasa dalam menikmati hak mereka denganbebas
tanpa dibatasi dan dipengaruhi oleh kecenderungan diatas sehingga dapat
mencapai keadilan sosial di dalam masyarakat.
d. Perbandingan Hak Milik Pribadi Dalam Ekonomi : Islam, Kapitalisme,
Sosialisme[3]
Kepemilikan Pribadi merupakan darah
kehidupan bagi kapitalisme. Oleh karena itu, barang siapa yang menguasai factor
produksi, maka ia akan menang. Demikian moto Kapitalisme. Ekonomi kapitalisme
berdiri berlandaskan hak milik khusus atau hak milik individu. Ia memberikan
kepada setiap individu hak memiliki apa saja sesukanya dari barang-barang yang
produktif maupun yang konsumtif, tanpa ikatan apapun atas kemerdekaannya dalam
memiliki, membelanjakan, maupun mengembangkan dan mengekploitasi kekayaannya.
Sementara dalam Sosialisme: setiap
orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia kerjakan. Ekonomi ini mengedepankan
pada hak milik umum atau hak milik orang banyak yang diperankan oleh Negara
atas alat-alat produksi, tidak mengakui hak milik individu,kecuali hal-hal yang
berlainan dengan dasar pokok yang umum itu. Negaralah pemilik satu-satunya alat
produksi, semua rencana dan pengabdian yang berguna bagi seluruh bangsa. Orang
tidak memiliki hak-hak, kecuali yang diakui dan memenuhi syarat terpeliharanya
orang banyak.
Sistem Ekonomi Islam memiliki sikap yang
tersendiri terhadap hak milik. Ekonomi Islam menganggap kedua macam hak milik
pada saat yang sama sebagai dasar pokok bukan sebagai pengecualian. Hak milik
dalam Ekonomi Islam, baik hak milik khusus maupun hak milik umum, tidaklah
mutlak, tetapi terikat oleh ikatan-ikatan untuk merealisasikan kepentingan orang
banyak dan mencegah bahaya, yakni hal yang membuat hak milik menjadi tugas
masyarakat.
3. Hak Milik Umum (Kolektif)[4]
Konsep hak milik umum pada mulanya digunakan
dalam islam dan tidak terdapat pada masa sebelumnya. Hak milik dalam islam
tentu saja memiliki makna yang sangat berbeda dan tidak memiliki persamaan
langsung dengan dimasud oleh sistem kapitalis, sosialis dan komunis.
Maksudnya, tipe ini memiliki bentuk yang berbeda beda. Misalnya : semua
harta milik masyarakat yang memberikan pemilikan atau pemanfaatan atas berbagai
macam benda yang berbeda-beda kepada warganya. Sebagian dari benda yang
memberikan manfaat besar pada masyarakat berada di bawah pengawasan umum,
sementara sebagian yang lain diserahkan kepada individu. Pembagian
mengenai harta yang menjadi milik masyarakat dengan milik individu secara
keseluruhan berdasarkan kepentingan umum. Contoh lain, tentang
pemilikan harta kekayaan secara kolektif adalah wakaf.
4. Hak Milik
Negara
Negara membutuhkan hak milik untuk memperoleh
pendapatan, sumber penghasilan dan kekuasaan untuk melaksanakan
kewajiban-kewajibannya. Misal, untuk menyelenggarakan pendidikan, memelihara
keadilan, regenerasi moral dan tatanan masyarakat yang terjamin
kesejahteraannya. Menurut Ibn taimiyah, sumber utama kekayaan negara
adalah zakat, barang rampasan perang (ghanimah). Selain itu, negara juga
meningkatkan sumber pengahsilan dengan mengenakan pajak kepada warga negaranya,
ketika dibutuhkan atau kebutuhannya meningkat. Demikian pula, berlaku
bagi kekayaan yang tak diketahui pemiliknya, wakaf, hibah dan pungutan denda
termasuk sumber kekayaan negara.
Kekayaan negara secara aktual
merupakan kekayaan umum. Kepala negara hanya bertindak sebagai pemegang
amanah. Dan merupakan kewajiban negara untuk mengeluarkan nya guna
kepentingan umum. Oleh karena itu, sangat dilarang penggunaan kekayaan
negara yang berlebih-lebihan. Adalah merupakan kewajiban negara
melindungi hak fakirmiskin, bekerja keras bagi kemajuan ekonomi masyarakat,
mengembangkan sistem keamanan sosial dan mengurangi jurang pemisah dalam hal
distribusi pendapatan.
B. Konsep Islam Tentang Hak Milik[5]
Semua yang ada di muka bumi adalah milik Allah SWT. Menurut ajaran Islam, Allah SWT adalah pemilik yang sesungguhnya dan mutlak
atas alam semesta. Allah lah yang memberikan manusia karunia dan
rezeki yang tak terhitung jumlahnya.
Manusia dengan kepemilikannya adalah pemegang amanah dan khalifah. Semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah, manusia memilikinya
hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah.
Manusia menggunakan harta berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang amanah dan
bukan sebagai pemilik yang kekal. Karena manusia mengemban amanah mengelola
hasil kekayaan di dunia, maka manusia harus bisa menjamin kesejahteraan bersama
dan dapat mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT.
Ikhtiyar dalam bentuk bekerja, bisnis dan usaha lain yang halal adalah
merupakan sarana untuk mencapai kepemilikan. Dalam Islam, kewajiban datang lebih dahulu, baru
setelah itu adalah Hak. Setiap Individu, masyarakat dan negara memiliki
kewajiban tertentu. Dan sebagai hasil dari pelaksanaan kewajiban
tersebut, setiap orang akan memperoleh hak-hak tertentu. Islam sangat
peduli dalam masalah hak dan kewajiban ini. Kita diharuskan untuk mencari
harta kekayaan dengan cara ikhtiyar tetapi dengan jalan yang halal dan tidak
menzalimi orang lain. Selain itu, Kita juga tidak dibiarkan bekerja keras
membanting tulang untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tanpa balasan yang
setimpal.
Dalam kepemilkan Pribadi ada hak-hak umum yang harus dipenuhi. Islam mengakui hak milik pribadi dan menghargai pemiliknya, selama harta
itu diperoleh dengan jalan yang halal. Islam melarang setiap orang
menzalimi dan merongrong hak milik orang lain dengan azab yang pedih, terlebih
lagi kalau pemilik harta itu adalah kaum yang lemah, seperti anak yatim dan faqir miskin.[6]
C.
Sebab-Sebab
Kepemilikan Dalam Islam[7]
Kepemilikan yang
sah menurut Islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses yang disahkan
Islam dan menurut pandangan Fiqh Islam terjadi karena:
1.
Menjaga
hak Umum
2.
Transaksi
Pemindahan Hak
3.
Penggantian
Posisi Pemilikan
Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan
bahwa sebab-sebab kepemilikan seseorang atas suatu barang dapat diperoleh
melalui suatu lima sebab, yaitu:
1.
Bekerja,
2.
Warisan,
3.
Kebutuhan
akan harta untuk menyambung hidup,
4.
Harta
pemberian Negara yang diberikan kepada rakyat,
5.
Harta
yang diperoleh seseorang tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
D. Konsep Kepemilikan Pengelolaan Harta Kekayaan[8]
1.
Konsep
kepemilikan harta kekayaan
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep kepemilikan harta.
Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara sistem ekonomi Sosialis
dengan sistem ekonomi Kapitalis serta berbeda juga dengan sistem ekonomi Islam.
Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi
jumlah (kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas) memperoleh harta
yang dimiliki. Artinya cara memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun yang
yang dapat dilakukan. Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis
jumlah (kuantitas) kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya
(kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan dengan cara apapun selama tidak
mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam
kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi
dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan halal
dan haram).
Demikian juga pandangan tentang jenis
kepemilikan harta. Di dalam sistem ekonomi sosialis tidak dikenal kepemilikan
individu (private property). Yang ada hanya kepemilikan negara (state property)
yang dibagikan secara merata kepada seluruh individu masyarakat. Kepemilikan
negara selamanya tidak bisa dirubah menjadi kepemilikan individu. Berbeda
dengan itu di dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal kepemilikan individu
(private property) serta kepemilikan umum (public property). Perhatian Sistem
Ekonomi Kapitalis terhadap kepemilikan individu jauh lebih besar dibandingkan
dengan kepemilikan umum. Tidak jarang kepemilikan umum dapat diubah menjadi
kepemilikan individu dengan jalan privatisasi. Berbeda lagi dengan Sistem
Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa ada kepemilikan individu (private
property), kepemilikan umum (public property) serta kepemilikan negara (state
property). Menurut Sistem Ekonomi Islam, jenis kepemilikan umum khususnya tidak
boleh diubah menjadi kepemilikan negara atau kepemilikan individu.
2.
Konsep
Pengelolaan Harta Kekayaan[9]
Perbedaan lainnya antara sistem
ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep pengelolaan
kepemilikan harta, baik dari segi nafkah maupun upaya pengembangan kepemilikan.
Menurut sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, harta yang telah dimiliki dapat
dipergunakan (konsumsi) ataupun di kembangkan (investasi) secara bebas tanpa
memperhatikan aspek halal dan haram serta bahayanya bagi masyarakat. Sebagai
contoh, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (khamr) adalah sesuatu yang
dibolehkan, bahkan upaya pembuatannya dalam bentuk pendirian pabrik-pabrik
minuman keras dilegalkan dan tidak dilarang.
Sedangkan menurut Islam harta yang
telah dimiliki, pemanfaatan (konsumsi) maupun pengembangannya (investasi) wajib
terikat dengan ketentuan halal dan haram. Dengan demikian maka membeli,
mengkonsumsi barang-barang yang haram adalah tidak diperkenankan (dilarang).
Termasuk juga upaya investasi berupa pendirian pabrik barang-barang haram juga
dilarang. Karena itulah memproduksi, menjual, membeli dan mengkonsumsi minuman
keras adalah sesuatu yang dilarang dalam sistem ekonomi Islam.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari beberapa penjelasan yang telah
teruai diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwasanya suatu pengantar yang tepat terhadap pandangan Islami tentang hak
milik akan membantu kita dalam memahami struktur lembaga yang diatur dalam
masyarakat Islam. Batasan yang sesuai mengenai hak milik juga menentukan
perbedaan antara biaya/keuntungan pribadi dan biaya/keuntungan masyarakat yang akan
melengkapi dasar untuk memahami pendekatan Islam. Kita diharuskan untuk mencari
harta kekayaan dengan cara ikhtiyar tetapi dengan jalan yang halal dan tidak
menzalimi orang lain.
B.
Saran
Kita sebagai mahasiswa tentu perlu mengetahui
masalah-masalah globalisasi yang sudah mendunia ini terutama berkenaan dengan masalah
kepemilikan dan hak milik, karena dengan mengetahuinya akan membantu kita dalam
menambah wawasan global serta dapat memahami srtuktur lembaga dalam hak
kepemilikan baik kepemilikan dalam pandangan islam, nasrani dan yahudi.
DAFTAR PUSTAKA
http://dinilidari.blogspot.co.id/2011/10/makalah-kepemilikan-dalam-islam.html (diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 15.30)
https://hizbut-tahrir.or.id/2015/12/07/kepemilikan-umum/(diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 15.48)
http://ichlasulamal.blogspot.com/2009/01/konsep-kepemilikan-dalam-islam.html(diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 16.22)
http://radayuw.blogspot.co.id/2014/01/kepemilikan-umum-dan-negara-dalam.html(diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 16.30)
[1]
http://radayuw.blogspot.co.id/2014/01/kepemilikan-umum-dan-negara-dalam.html(diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 16.30)
[2]
http://dinilidari.blogspot.co.id/2011/10/makalah-kepemilikan-dalam-islam.html (diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 15.30)
[3] Ibid
[4]
http://radayuw.blogspot.co.id/2014/01/kepemilikan-umum-dan-negara-dalam.html(diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 16.30)
[5]
http://ichlasulamal.blogspot.com/2009/01/konsep-kepemilikan-dalam-islam.html(diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 16.22)
[6]
http://ichlasulamal.blogspot.com/2009/01/konsep-kepemilikan-dalam-islam.html(diakses pada tanggal 25 September 2016 Pukul : 16.22)
[7] Ibid
[8] https://hizbut-tahrir.or.id/2015/12/07/kepemilikan-umum/(diakses pada
tanggal 25 September 2016 Pukul : 15.48)
[9] Ibid
[10] Ibid
No comments:
Post a Comment